Media Sosialisasi

Media Sosialisasi Manusia tidak mungkin mengadakan sosialisasi tanpa melibatkan pihak atau unsur dari luar. Unsur dari luar itulah yang disebut media sosialisasi. Media sosialisasi adalah pihak-pihak yang menjadi perantara terjadinya sosialisasi. Berikut ini beberapa media sosialisasi.
Keluarga
Pertama kali manusia mengalami proses sosialisasi adalah di dalam keluarga tempat dia dilahirkan. Keluarga sebagai kesatuan yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak merupakan kelompok terkecil dalam masyarakat. Namun, peran yang dimilikinya sangat penting dalam proses sosialisasi. Sebagai kelompok sosial, keluarga memiliki nilai-nilai dan norma-norma tertentu. Misalnya, tata karma hubungan anak dengan orang tua, atau tata krama hubungan antara kakak dengan adiknya. Nilai-nilai dan norma-norma keluarga itulah yang pertama kali disosialisasikan kepada seorang anak yang baru lahir. Keluarga sebagai media pertama dalam proses sosialisasi mempunyai banyak peran, antara lain melatih penguasaan diri, pemahaman nilai-nilai dan normanorma sosial, serta melatih anak dalam mempelajari peranan sosial. Latihan penguasaan diri dimulai sejak seorang anak dibimbing untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungannya. Mula-mula seorang bayi harus dimandikan ibunya, lama-kelamaan dia mulai mengerti bahwa pada waktu-waktu tertentu dia harus mandi agar bersih dan sehat. Apabila hal seperti ini telah disadarinya, maka anak itu dapat dikata-kan mulai dapat mengatur dan menguasai diri sendiri, khususnya dalam hal kebiasaan mandi. Proses seperti ini juga berlaku untuk aspek-aspek lain, termasuk dalam hal penguasaan emosi. Dari keluarga, anak-anak juga akan mulai belajar bagaimana harus bersabar, bersikap ramah, dan memiliki perhatian kepada orang lain. Di dalam keluarga, seorang anak sudah mulai diberi tanggung jawab kecil. Misalnya, merapikan buku-buku, tempat tidur, atau membersihkan halaman rumah. Dengan cara seperti itu seorang anak mengalami sosialisasi nilai-nilai kerja sama dan tanggung jawab. 
Dalam hal berpakaian pun demikian, mulamula seorang anak akan dipilihkan warna dan model baju oleh ibunya. Lamakelamaan dia akan mengerti warna dan model tertentu yang dia sukai. Apabila pilihan itu diarahkan oleh ibunya, maka lama-kelamaan dia pun mengerti nilainilai kepantasan (etika) dan keindahan (estetika) dalam berpakaian. Agar sosialisasi dalam keluarga berlangsung secara baik, maka diperlukan kondisi yang mendukung. Kondisi demikian ditentukan oleh keharmonisan keluarga, cara mendidik, komunikasi antaranggota keluarga, dan perhatian yang cukup. Orang tua yang otoriter dan sering bertengkar akan memberikan dampak negatif kepada anaknya. Pemanjaan yang berlebihan sama buruknya dengan tidak memberikan perhatian yang cukup kepada anak. Pengekangan terhadap keinginan anak sama tidak menguntungkannya dengan membebaskan anak untuk berbuat semaunya.
Teman Sebaya
Media sosialisasi pada tahap berikutnya adalah kelompok teman sebaya atau teman sepermainan. Teman sebaya terdiri atas beberapa orang anak yang usianya hampir sama. Mereka sering berinteraksi satu dengan lainnya melalui kegiatan bermain bersama. Interaksi di antara teman sepermainan bertujuan untuk memperoleh kesenangan (rekreatif). Para remaja juga melakukan sosialisasi melalui kelompok teman sebaya, dan di antara mereka mempunyai rasa saling memiliki dan senang melakukan kegiatan bersama-sama. Dalam kelompok teman sebaya itulah seorang anak mulai menerapkan prinsip hidup bersama di luar lingkungan keluarganya. Mereka dapat bekerja sama dengan teman-teman sebaya dalam berbagai hal. Jalinan antarindividu dalam kelompok teman sebaya sangat kuat, sehingga lahirlah nilai dan norma tertentu yang dijunjung tinggi dalam pergaulan mereka. Tidak jarang mereka menggunakan simbol-simbol tertentu sebagai identitas kelompok. Semua nilai, norma, dan simbol itu berbeda dengan yang mereka hadapi di dalam keluarga masing-masing. Di dalam kelompok ini mereka saling menyesuaikan diri karena menyadari keberadaan orang lain dan rasa saling membutuhkan.
Fungi utama kelompok teman sebaya dalam proses sosialisasi ialah sebagai berikut.
  • Terjadinya proses akulturasi dan asimilasi budaya, karena dalam satu kelompok teman sebaya terdiri dari beberapa orang yang memiliki latar belakang budaya pribadi dan budaya daerah asal yang berbeda beda.
  • Kelompok teman sebaya mengajarkan mobilitas sosial, yaitu pergerakan posisi seseorang secara dinamis baik vertikal maupun horisontal dalam struktur organisasi kelompok. Misalnya, semula anggota kelompok biasa menjadi tokoh penting dalam kelompoknya atau sebaliknya.
  • Kelompok teman sebaya memicu kesempatan seorang anak dalam memperoleh peran dan status baru. Hal ini dapat terjadi sehubungan dengan adanya perubahan posisi yang menyebabkan terjadinya perubahan peran. Misalnya, seorang anak dipercaya oleh teman-temannya menjadi ketua di antara mereka, maka dia berperan sebagai pemimpin dalam kelompoknya.
Di dalam masyarakat, kelompok teman sebaya dapat berbentuk chums, cliques, crowds, dan kelompok terorganisasi.
  1.  Chums adalah kelompok yang terdiri atas dua atau tiga orang sahabat karib. Pada umumnya, anggota kelompok ini mempunyai kesamaan dalam hal jenis kelamin, bakat, minat, dan kemampuan.
  2. Cliques adalah kelompok yang terdiri atas empat sampai lima orang sahabat karib, dan mempunyai kesamaan dalam hal jenis kelamin, minat, kemauan, dan kemampuan yang sama. Cliques juga merupakan kelompok gabungan dari beberapa sahabat karib.
  3. Crowds adalah kelompok teman sebaya yang terdiri atas banyak remaja yang memiliki minat sama. Pada umumnya, mereka juga anggota chums dan cliques. Karena jumlah anggotanya banyak, maka sering terjadi ketegangan emosional di antara mereka.
  4. Kelompok terorganisir adalah kelompok yang sengaja dibentuk dan direncanakan oleh orang dewasa. Pada umumnya, kelompok pecinta alam, kelompok belajar, regu kerja, pramuka, dan lain-lain. Selanjutnya, kelompok tersebut dikelola melalui lembaga formal dengan aturan-aturan sistematis dan dipatuhi anggotanya.
Sekolah
Sekolah merupakan lembaga penting dalam proses sosialisasi. Sebagai media sosialisasi, sekolah memiliki fungsi dan peran sebagai berikut.
  • Sekolah menjadi media transmisi kebudayaan. Kebudayaan yang diteruskan dapat berupa ilmu= pengetahuan, kecakapan, maupun nilai dan sikap.
  • Sekolah mengajarkan peranan sosial. Dalam berbagai kegiatan di sekolah, siswa diajari berbagai kecakapan. Mereka juga berkesempatan memegang peran dalam berbagai organisasi (OSIS, Pramuka, pecinta alam, dan lain-lain).\
  • Sekolah menciptakan integrasi sosial. Peranan ini penting bagi bangsa Indonesia yang beragam budaya, suku, agama, dan kelompok sosialnya. Sekolah mengajarkan nilai-nilai hidup bersama dan toleransi kepada para siswa. Nilai-nilai tersebut diterapkan secara langsung dalam kehidupan sehari-hari warga sekolah. Bentuknya dapat berupa pemberian perlakuan, kesempatan, dan pelayanan yang sama kepada setiap siswa.
  • Sekolah melahirkan terobosan-terobosan baru. Proses belajar mengajar di sekolah memungkinkan terciptanya hal-hal baru yang positif. Hal itu dapat diterapkan di masyarakat luas. Misalnya, pembaruan cara hidup sehat. Mulamula diajarkan di sekolah, kemudian diterapkan di masyarakat.
  • Sekolah membentuk kepribadian siswa. Siswa dibiasakan tertib, berpikir logis dan maju, hidup terencana, bekerja sama, berpacu dalam prestasi, saling menghargai dan tenggang rasa. Akhirnya, terbentuklah kepribadian siswa sehingga menjadi warga masyarakat yang baik dan berguna.
Proses sosialisasi pengetahuan dan keterampilan merupakan program yang bersifat nyata (real curricullum). Artinya, proses pembelajaran yang terprogram dalam kurikulum sekolah, sedangkan sosialisasi nilai dan sikap merupakan kurikulum tersembunyi (hidden curriculum). Pelaksanaannya tidak terprogram secara eksplisit, tetapi terintegrasi dalam semua proses dan kegiatan di sekolah.
Lingkungan Kerja
Setelah menyelesaikan sekolah, seseorang kemudian memasuki lingkungan kerja. Ada berbagai macam lapangan pekerjaan di masyarakat. Di dalam lingkungan kerja manapun, seseorang akan selalu berinteraksi dengan orang lain. Interaksi sosial itu membuat orang saling menerima dan member pengaruh. Terjadilah penyesuaian tingkah laku, baik penyesuaian antarpribadi maupun penyesuaian dengan lingkungan kerja secara umum. Penyesuaian itulah yang membentuk kepribadian seseorang, karena dalam interaksi tersebut terjadi sosialisasi nilai dan norma sosial. Selain itu, dalam lingkungan kerja, seseorang mengemban fungsi dan tanggung jawab dalam pekerjaannya. Dalam hal seperti ini, orang tersebut sedang menjalankan peran tertentu dalam organisasi kerja yang melibatkan dirinya. Dia bisa menjadi pimpinan perusahaan, pimpinan bagian, atau karyawan biasa. Semua peran itu menuntut seseorang mematuhi norma dan menjunjung nilai-nilai sosial demi lancarnya pekerjaan.
Walaupun lingkungan kerja bukan lagi sebuah keluarga atau sekolah, namun di sana seseorang juga masih belajar. Sebab, pada dasarnya belajar adalah proses sepanjang hidup. Apabila seseorang memasuki lingkungan kerja baru, maka dia akan menghadapi orang-orang dan situasi baru. Semua itu membutuhkan interaksi yang melibatkan nilai dan norma tertentu. Nilai-nilai itu antara
lain nilai kerja sama, tanggung jawab, toleransi, kejujuran, loyalitas, dan penghargaan terhadap prestasi serta semangat kerja.
Organisasi
Organisasi adalah sebuah tipe pembentukan kolektifitas yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan-tujuan khusus. Organisasi di tandai dengan adanya struktur atau aturan-aturan formal, hubungan kewenangan atau otoritas, pembagian kerja, dan keanggotaan yang dibatasi. Organisasi memerankan fungsi sebagai media sosialisasi pada tingkat lanjutan khusus. Walaupun demikian, proses interaksi yang khusus tersebut tidak mengurangi kesempatan bagi anggota-anggotanya untuk saling
bersosialisasi. Materi sosialisasi tidak terbatas pada nilai, norma, struktur, dan sistem yang terkait dengan organisasi akan tetapi juga masalah-masalah yang lain seperti keluarga, pekerjaan, atau lingkungan tempat tinggal. Pada masyarakat kita, dikenal tiga bentuk organisasi. Organisasi tersebut antara lain sebagai berikut.
  • Organisasi Sosial Kemasyarakatan. Organisasi ini mempunyai ciri beranggotakan terbuka dan disatukan dalam struktur, aturan, dan hubungan kerja yang tertata rapi. Hal yang menyatukan anggota dalam organisasi ini adalah tujuan, kepentingan dan visi yang sama.
  • Organisasi Sosial Keagamaan.Organisasi ini beranggotakan semi terbuka karena adanya prinsip-prinsip dasar seperti ideologi dan tujuan yang membatasi organisasi tersebut. Struktur dan aturan dalam organisasi ini bersifat formal. Struktur dan aturan dalam organisasi ini bersifat formal, akan tetapi di dalam pelaksanaannya bersifat lunak dan kekeluargaan. Misal, NU dan Muhammadiyah.
  •  Organisasi Profesi. Organisasi ini dibentuk untuk tujuan khusus yang berkaitan dengan permasalahan dengan kepentingan dalam profesi atau pekerjaan. Keanggotaan bersifat tertutup yang didasarkan persamaan potensi. Misal, IKAOIN (Ikatan Advokat Indonesia), PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia)
Selain tiga bentuk organisasi di atas, terdapat organisasi yang berkembang di masyarakat dengan keterbatasan dalam keanggotaan, lingkungan dan ruang lingkup kegiatan misalnya OSIS.
Media Massa
Media massa merupakan sarana yang dapat dimanfaatkan oleh
banyak orang (massa). Ada dua macam media massa, yaitu:
  • Media cetak Media cetak meliputi buku, majalah, surat kabar, tabloid, dan buletin.
  • Media elektronik. Media elektronik meliputi semua peralatan yang menggunakan daya listrik untuk menyampaikan informasi kepada khalayak ramai, misalnya radio, televisi, dan internet.

Semua jenis media massa tidak secara langsung bertujuan untuk mengajari masyarakat. Akan tetapi, siaran berita, film, iklan, pertunjukan seni budaya, sampai dengan informasi ilmiah, berdampak sangat besar bagi perilaku warga masyarakat. Dengan alasan ini pula, pada tahun 2002-2003 yang lalu di Indonesia terjadi kontradiksi penampilan penyanyi yang tariannya dinilai tidak senonoh (pornoaksi). Pendapat yang setuju, menilainya sebagai suatu yang wajar demi kebebasan kreativitas pelaku seni. Akan tetapi, kebanyakan kaum pendidik, pemuka agama, dan orang tua menentangnya karena mereka tidak ingin anakanaknya tercemar perilaku pornografi dan pornoaksi. Sebagai suatu industri, media massa saling bersaing antarsesamanya. Semua berlomba merebut perhatian masyarakat. Untuk itu, mereka kadang-kadang menyajikan program siaran yang bertentangan dengan nilai dan norma yang pantas di masyarakat hanya untuk menarik perhatian dari masyarakat. Contohnya, sajian program yang mengumbar kekerasan, pornoaksi, dan pornografi. Belum lagi munculnya internet yang bebas sensor. Siapa pun dapat mengakses berbagai sajian informasi dari internet. Banyak informasi yang bermanfaat di sana, tetapi banyak pula hal-hal yang bertentangan dengan nilai dan norma masyarakat kita. Untuk menghadapi hal ini, seharusnya orang tua dan guru memberikan bimbingan kepada anak-anak untuk memilih sajian yang layak. Pada saat menonton televisi hendaknya orang tua dapat mendampingi. Kalau perlu memilihkan acara-acara yang dianggap baik dan relevan untuk tingkat perkembangan anak.[am]