Penerapan Pengetahuan Sosiologi dalam Mengatasi Masalah Sosial

Penerapan Pengetahuan Sosiologi dalam Mengatasi Masalah Sosial - Masalah sosial adalah gejala-gejala yang berlangsung secara tidak normal di masyarakat. Suatu gejala sosial dikatakan tidak normal apabila unsur-unsur masyarakat dan kebudayaan tidak berfungsi secara harmonis, sehingga menimbulkan kekecewaan-kekecewaan dan penderitaan. Dalam keadaan normal, unsur-unsur itu terintegrasi secara harmonis. Namun, dalam masyarakat yang mengalami perubahan, biasanya ketidakharmonisan menyebabkan timbulnya kepincangan sosial. Masalah sosial berkaitan dengan nilai dan norma sosial, lembaga sosial, dan interaksi sosial. Nilai sosial dan norma sosial menjadi ukuran moral di dalam masyarakat, sedangkan lembaga-lembaga kemasyarakatan sebagai saluran pemenuhan kebutuhan manusia. Masalah sosial mengganggu kelestarian fungsi-fungsi dalam masyarakat, berlawanan dengan hukum, dan bersifat merusak, sehingga perlu diatasi.
Berbagai masalah sosial yang muncul antara lain kejahatan, konflik antarkelompok etnik, kemiskinan, pengangguran, penyakit, perceraian, kejahatan, pelacuran, kenakalan anak (delinkuen), dan lain-lain. Berikut dijelaskan beberapa persoalan sosial yang menonjol di masyarakat.
a. Kemiskinan
Dalam masyarakat modern yang rumit, kemiskinan menjadi masalah sosial. Kemiskinan dianggap sebagai kegagalan yang disebabkan oleh tidak berfungsinya lembaga-lembaga perekonomian. Kemiskinan bagi masyarakat modern juga bukan lagi diartikan sebagai kekurangan pangan, pakaian, atau perumahan, melainkan diukur dengan tuntutan hidup yang semakin tinggi. Orang-orang modern merasa miskin apabila belum memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan pokok maupun bukan.
Kemiskinan yang menjadi pusat perhatian sosiologi terutama berkaitan dengan kekurangan pangan dan rendahnya tingkat kesejahteraan yang banyak dialami masyarakat. Untuk mengentaskan masyarakat dari kemiskinan diperlukan berbagai upaya nyata, dan agar upaya yang dilakukan tidak salah arah atau salah sasaran, perlu pengetahuan yang memadai mengenai masalah kemiskinan yang dihadapi. Kemiskinan akibat kegagalan panen, tidak sama dengan kemiskinan akibat bencana alam. Untuk menerapkan cara dan langkah yang tepat sesuai kenyataan yang ada, perlu penelitian sosiologis. Di sinilah bentuk nyata penerapan pengetahuan sosiologi dalam upaya mengatasi kemiskinan.
b. Kejahatan
Kejahatan adalah bentuk masalah sosial tertua. Kejahatan timbul karena orang berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara melanggar norma hukum dan moral. Sementara itu, hokum mengatur perilaku orang agar tidak merugikan masyarakat.
Tingkat kejahatan di masyarakat dipengaruhi oleh komposisi penduduk dan konflik dalam masyarakat; baik konflik budaya, ekonomi, maupun ras. Semakin pesat perubahan sosial di suatu masyarakat biasanya semakin tinggi pula angka kejahatan yang terjadi. Angka kejahatan di masyarakat tradisional relatif stabil. Sementara itu, di masyarakat industri modern yang sangat cepat berubah memiliki angka kejahatan yang semakin tinggi, terutama di kota-kota besar.
Di dalam masyarakat pinggiran (tersisih) di kota-kota besar, banyak terjadi kejahatan. Pada umumnya, anak-anak sulit dididik untuk mematuhi hokum karena mereka umumnya berasal dari keluarga yang terpecah. Kalaupun kedua orang tuanya masih lengkap, mereka mengalami konflik emosional dan masalah kesehatan serta keuangan yang memengaruhi hubungan sosial dalam keluarga mereka. Daerah-daerah kumuh mengalami kekurangan sarana pendidikan, banyak pengangguran, pemukiman padat dan tidak sehat, serta kurang tersedianya sarana rekreasi. Kondisi seperti ini membuat anak-anak lari ke jalanan. Akhirnya, anak-anak terjerumus ke dalam peredaran narkoba, perjudian, pencurian, mabuk-mabukan, dan tindakan kekerasan. Petugas polisi tidak banyak menjangkau daerah-daerah seperti ini dan kalaupun ada justru masyarakat tidak bersikap kooperatif.
Penyebab munculnya kejahatan, akibat terjadinya kejahatan, dan langkahlangkah mengatasinya merupakan persoalan sehari-hari yang dihadapi masyarakat. Misalnya, korupsi sebagai salah satu bentuk kejahatan yang akhirakhir ini menjadi sasaran perhatian pemerintah. Tindakan jahat itu tidak semata-mata melanggar hukum, tetapi menurut Selo Soemardjan, juga menyebabkan rusaknya tatanan sosial. Untuk mengatasi kejahatan seperti ini diperlukan pengetahuan yang cukup mengenai penyebab, akibat, dan langkah-langkah yang dapat dilakukan. Di sinilah letak penerapan pengetahuan sosiologi dalam mengatasi kejahatan.
c. Peperangan
Masalah sosial yang paling merusak adalah peperangan. Semakin maju masyarakat, maka semakin canggih teknologi peperangan, sehingga semakin besar kerusakan yang ditimbulkan. Perang merupakan wujud nyata adanya konflik terbuka antara dua masyarakat ataulebih. Apabila konflik tidak menemukan jalan lain untuk pemecahannya, maka perang dijadikan jalan keluarnya. Apabila salah satu pihak ada yang kalah, barulah terjadi akomodasi.
Akan tetapi, perlu diingat bahwa perang senantiasa menimbulkan berbagai dampak buruk di berbagai bidang kehidupan. Berbagai infrastruktur sosial ekonomi menjadi rusak, kehidupan sosial menjadi porak-poranda, berbagai produk kebudayaan hancur, dan banyak keluarga kehilangan anggotanya. Perang sebagai bentuk konflik antarmasyarakat dapat dikaji sebab dan prosesnya secara sosiologis. Mengapa suatu masyarakat terjadi konflik; faktor apa yang mendorong konflik tersebut; kemungkinan-kemungkinan apa saja yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan masalah itu; bagaimana pula cara mengatasi dampak yang diakibatkan? Semua itu memerlukan kajian sosiologi. Setelah pengetahuan mengenai hal itu diperoleh, barulah langkah mengatasinya dapat dilakukan.
d. Pelanggaran Norma
Norma-norma masyarakat mengatur perilaku setiap orang agar tidak merugikan diri sendiri atau pihak lain. Setiap norma atau peraturan didasarkan pada nilai-nilai sosial tertentu yang dijunjung tinggi oleh masyarakat. Namun, sering terjadi warga masyarakat tidak mampu memenuhi tuntutan moral yang ada dan melakukan pelanggaran. Masalah sosial sebagai wujud pelanggaran norma-norma masyarakat antara lain berupa pelacuran, kenakalan anak, penyalahgunaan narkotika dan zat adiktif (NAZA), dan homoseksualitas. Pelacuran merupakan bentuk pelanggaran norma susila dan norma agama. Orang melacurkan diri karena beberapa sebab. Secara kejiwaan, orang yang melacurkan diri mungkin memiliki latar belakang masa kanak-kanak yang tidak cukup kasih sayang. Secara ekonomi, mungkin mereka terjepit oleh kebutuhan hidup, sementara tidak memiliki mata pencaharian lain yang lebih baik. Adapun secara sosial, mungkin mereka dikecewakan oleh suami atau keluarganya. Selain melanggar kesusilaan dan ajaran agama, pelacuran juga menyebabkan penularan penyakit kelamin dan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) yang sangat membahayakan. Penyakit kelamin dapat menyebabkan kerusakan fungsi reproduksi, dan penyakit AIDS menyebabkan kerusakan sistem kekebalan tubuh.
Delinkuen atau kenakalan anak-anak bentuknya berupa pencurian, perampokan, pencopetan, penganiayaan, tindak asusila, penggunaan obat-obat terlarang, dan kebut-kebutan di jalan raya. Kenakalan anak timbul karena berbagai sebab yang umumnya merupakan bentuk pelarian diri dari kondisi keluarga dan lingkungan yang tidak memuaskan. Anak-anak dari semua golongan atau kelas sosial sama-sama berpotensi berperilaku nakal. Kebutuhan ekonomi yang tidak terpenuhi menjadi sebab kenakalan anak-anak dari kelas sosial bawah, sedangkan kurangnya kasih sayang dan perhatian orang tua menjadi penyebab kenakalan anak-anak dari kelas sosial ekonomi atas. Narkotika dan Zat Adiktif (NAZA) merupakan bahan-bahan yang bila dikonsumsi secara salah (diluar aturan kedokteran) dapat menimbulkan gangguan sistem syaraf. Bahan-bahan itu meliputi opium, kodein, morfin, dan heroin, serta turunannya. Dalam praktik kedokteran, narkotika digunakan untuk menghilangkan rasa sakit atau untuk membius pasien. Akan tetapi, penggunaan narkotika secara berlebihan sehingga membuat orang berperilaku menyimpang termasuk pelanggaran norma. Demikian juga, mengonsumsi alkohol secara berlebihan sehingga membuat seseorang mabuk dan lupa diri juga pelanggaran norma. Apabila seseorang ketagihan alkohol (alkoholisme), maka perilakunya akan menyimpang dari norma-norma sosial. Mereka tidak saja merugikan diri sendiri, tetapi juga membahayakan orang lain.
Seorang pria diharapkan menjalani peran sebagai pria atau ayah apabila dia berumah tangga. Wanita diharapkan menjalani peran sebagai wanita, ibu, atau istri apabila berumah tangga. Inilah pembagian peran yang lazim di dalam masyarakat. Oleh karena itu, apabila seseorang menjalani peran sebagai homoseks, maka dia dianggap telah melanggar norma-norma yang berhubungan dengan perilaku seksual. Sebab, h0m0s3k5ual berarti perilaku yang mengutamakan sesama jenis kelamin sebagai mitra seks. Pria yang memilih sesama pria sebagai pasangannya disebut h0m05ek5 atau gay, sedangkan wanita yang mencintai wanita disebut lesbian. Masalah-masalah yang timbul sebagai akibat pelanggaran nilai dan norma sosial seperti yang dijelaskan di atas juga perlu ditangani. Semakin banyak masalah sosial terjadi, berarti semakin buruk kondisi masyarakat. Pengetahuan sosiologi sangat diperlukan dalam upaya-upaya ini.
e. Kependudukan
Suatu masyarakat dengan laju pertumbuhan terlalu cepat dan persebaran tidak merata atau kualitas
kesehatan dan pendidikan rendah merupakan masalah sosial. Jumlah penduduk besar merupakan sumber daya pembangunan. Namun, bila persebarannya menumpuk pada suatu lokasi tertentu saja akan mengakibatkanberbagai persoalan sosial. Kesejahteraan penduduk menurun karena lingkungan padat, kumuh, kurang sarana dan prasarana kehidupan, dan persaingan hidup terlalu tinggi. Untuk itu, berbagai upaya pengendalian pertumbuhan dilakukan. Upaya tersebut dapat berupa program keluarga berencana, transmigrasi, dan peningkatan kesehatan serta mutu pendidikan.
Semua usaha itu memerlukan pengetahuan sosiologi sebelum dilaksanakan. Tidak mungkin pemerintah dapat menyelenggarakan transmigrasi secara baik jika tidak memiliki pengetahuan sosiologis yang cukup, seperti pengetahuan tentang berapa target jumlah penduduk yang harus dipindahkan dalam setahun, daerah mana yang dapat menerimanya tanpa menimbulkan reaksi negatif dari penduduk setempat, bagaimana cara terbaik agar tidak menimbulkan reaksi negatif itu, dan jenis usaha apa yang dapat dikembangkan agar transmigran betah di lokasi. Di samping itu, membanjirnya penduduk dari desa ke kota juga persoalan kependudukan yang terjadi setiap hari. Bagaimana pula menangani ini semua jika tidak melibatkan bantuan sosilogi? Sesungguhnya, bentuk nyata penerapan pengetahuan sosiologi dalam masalah kependudukan sangatlah banyak.
f. Lingkungan Hidup
Manusia hidup dalam suatu lingkungan. Di dalam lingkungan terdapat unsure makhluk hidup dan benda-benda mati. Unsur makhluk hidup terdiri atas manusia, hewan, dan organisme lain. Unsur benda mati terdiri atas air, udara, tanah, sinar matahari, dan lain-lain. Semua unsure saling berinteraksi dan saling memengaruhi sehingga membentuk satu kesatuan yang disebut ekosistem. Apabila semua unsur yang ada dalam ekosistem berfungsi sebagaimana mestinya, maka kehidupan akan berjalan normal. Namun bila ada gangguan, maka kehidupan pun akan terganggu. Gangguan terhadap lingkungan hidup yang sering menjadi masalah sosial adalah polusi atau pencemaran, baik pencemaran udara, pencemaran air, pencemaran tanah, maupun pencemaran suara. Kehidupan sosial manusia yang tidak terlepas dari keberadaan lingkungan hidup akan sangat terpengaruh jika terjadi pencemaran di lingkungannya. Oleh karena itu, pencemaran lingkungan dianggap sebagai bagian dari masalah sosial.
Tidak semua masalah lingkungan hidup merupakan akibat dari persoalan kemasyarakatan. Adakalanya disebabkan oleh unsur nonsosial, misalnya letusan gunung, gempa bumi, dan tsunami. Akan tetapi, dampaknya selalu berhubungan dengan kehidupan sehari-hari masyarakat. Oleh karena itu, penyelesaian persoalan lingkungan hidup tidak bisa lepas dari peran sosiologi. Setiap persoalan lingkungan hidup membutuhkan kajian sosiologis sebelum ditentukan cara terbaik untuk mengatasinya. Misalnya, penanganan korban tsunami di Aceh maupun gempa bumi di Yogyakarta dan Klaten. Penyebab kedua bencana itu murni faktor alam. Akan tetapi, kerusakan dan penderitaan yang diakibatkannya menimpa manusia.
Bencana tersebut mengakibatkan berupa pemukiman penduduk, kerusakan prasarana transportasi pendidikan dan kesehatan, sarana perekonomian, dan hilangnya mata pencaharian warga masyarakat. Untuk memperbaiki itu semua diperlukan kajian sosiologis yang mendalam.
g. Anak Jalanan
Kita sering melihat anak-anak usia sekolah mengamen di lampu merah di perempatan jalan dan bis umum. Persoalan apa yang sebenarnya terjadi pada kenyataan sosial tentang anak jalanan ini, mengapa mereka turun ke jalan dan meninggalkan kewajibannya belajar di sekolah? Bagaimana mereka belajar?
Apa yang terjadi dengan keluarga mereka? Banyak faktor yang menyebabkan munculnya anak jalanan. Faktor- faktor utama yang menyebabkan anak-anak usia sekolah memilih jalanan sebagai lingkungan sosialnya adalah ekonomi, lingkungan keluarga, lingkungan tempat tinggal, dan media massa. Dari beberapa faktor-faktor tersebut, faktor ekonomilah yang sering digunakan alasan utama anak-anak jalanan.
Beberapa kasus menunjukkan, bahwa seorang anak menjadi anak jalanan karena disuruh dan dipaksa oleh keluarganya. Mereka menjadi penopang ekonomi keluarga yang seharusnya belum menjadi tanggung jawab mereka. Pada awal krisis ekonomi 1998, maraknya anak jalanan pada saat itu dianggap sebagai gejala sosial-ekonomi yang bersifat sementara. Namun, pada kenyataannya, jalanan menjadi pola atau cara baru sekelompok orang untuk memenuhi kebutuhan ekonominya. Karena telah menjadi pola baru dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi, anak jalanan sulit untuk dihilangkan. Harus ada perubahan yang mendasar dalam pembangunan ekonomi dan memberikan kesempatan yang lebih luas kepada masyarakat untuk beaktifitas dalam bidang ekonomi secara wajar. Di samping itu, perlu adanya penyadaran bahwa budaya yang ada di jalanan tidak sesuai dengan nilai dan norma yang dianut masyarakat umum.[is]